Liputan Indonesia || Surabaya – Proses hukum terhadap Alfarisi (21), terdakwa kasus dugaan pelemparan bom molotov ke Gedung Negara Grahadi, berhenti secara paksa. Pemuda asal Sampang, Madura, itu ditemukan meninggal dunia saat berada dalam penguasaan penuh negara di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng, Selasa pagi, 30 Desember 2025, sekitar pukul 06.00 WIB. Dengan kematiannya, perkara pidana yang menjeratnya gugur demi hukum.
Kabar kematian Alfarisi pertama kali diterima Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, dari pihak keluarga sekitar pukul 08.30 WIB. Jenazah kemudian dipulangkan ke kampung halamannya di Sampang, Madura. Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dan terbuka dari otoritas rutan terkait penyebab kematian tahanan tersebut.
Alfarisi dituduh melempar bom molotov ke Gedung Negara Grahadi saat aksi demonstrasi di Surabaya.
Tuduhan itu mengantarkannya ke ruang sidang dan sel tahanan. Ia meninggal hanya beberapa hari sebelum sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki yang dijadwalkan berlangsung pada 5 Januari 2026 di Pengadilan Negeri Surabaya.
Keluarga menyebut, beberapa hari sebelum meninggal dunia, Alfarisi sempat dijenguk dan tidak mengeluhkan sakit serius. Namun, berdasarkan keterangan rekan satu sel, ia mengalami kejang-kejang sebelum akhirnya meninggal dunia di dalam rutan.
“Kematian Alfarisi saat berada dalam penguasaan penuh negara menegaskan kegagalan negara dalam menjamin hak hidup dan perlakuan manusiawi bagi setiap orang yang dirampas kemerdekaannya,” tegas Fatkhul Khoir.
Penurunan Berat Badan Drastis
KontraS mencatat selama masa penahanan terjadi penurunan berat badan Alfarisi secara ekstrem, diperkirakan mencapai 30 hingga 40 kilogram. Kondisi tersebut dinilai sebagai indikasi kuat adanya tekanan psikologis berat serta dugaan tidak terpenuhinya layanan kesehatan yang layak di dalam rutan.
Alfarisi bin Rikosen merupakan pemuda yatim piatu berusia 21 tahun. Ia tinggal bersama kakak kandungnya di sebuah kamar kos sederhana di kawasan Jalan Dupak Masigit, Kecamatan Bubutan, Surabaya. Untuk bertahan hidup, keduanya mengelola warung kopi kecil di teras tempat tinggal mereka.
Ia ditangkap pada 9 September 2024 dan sempat ditahan di Polrestabes Surabaya sebelum dipindahkan ke Rutan Kelas I Medaeng. Sejak itu, seluruh aktivitas dan keselamatan Alfarisi sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab negara.
Desakan Investigasi Independen
KontraS Surabaya dan Federasi KontraS menegaskan, setiap kematian di dalam tahanan negara merupakan alarm serius kegagalan sistem pemasyarakatan. Negara dinilai tidak boleh berhenti pada klaim medis semata, melainkan wajib melakukan penyelidikan cepat, independen, dan transparan, termasuk membuka akses bagi keluarga serta lembaga pemantau independen.
“Kematian ini tidak boleh diperlakukan sebagai insiden tunggal. Ini bagian dari pola berulang kematian tahanan yang menunjukkan krisis struktural dalam sistem pemasyarakatan dan penegakan hukum di Indonesia,” ujar Fatkhul.
KontraS mendesak pemerintah untuk mengusut dugaan kelalaian aparat, memastikan adanya pertanggungjawaban hukum, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi penahanan di Rutan Medaeng dan lembaga pemasyarakatan lainnya di Indonesia.
Penulis : Tok
Penulis : Tok
Baca juga:
"Berita Terbaru Lainnya"
"Berita Terbaru Lainnya"








Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar