Keyakinan ini datang setelah Presiden Joko Widodo “atas nama negara” mengakui dan menyesalkan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Peristiwa 65-66.
BBC News Indonesia mendengarkan kesaksian Slamet Menur atas perjalanan lagu dan tarian Genjer-Genjer, yang ia sebut digunakan untuk kepentingan politik masa itu, dan masih menjadi momok hingga saat ini.
Masa kelam: 'Tuhan masih memihak saya'
Setelah penemuan jenazah enam jenderal dan seorang perwira di Lubang Buaya, Jakarta, pada 3 Oktober 1965, penangkapan besar-besaran terhadap tokoh, anggota atau siapa pun yang dianggap simpatisan atau terkait PKI terjadi di sejumlah daerah.
Mereka yang ditangkap dituduh menjadi bagian dari organisasi-organisasi yang diidentikkan dengan komunis, seperti Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), dan lain-lain.
Banyuwangi, yang menjadi tempat lagu Genjer-Genjer diciptakan, tak luput dari apa yang disebut media militer sebagai target “operasi pembersihan”.
Slamet Menur salah satu penyintas Tragedi 65 sekaligus pencipta tarian Genjer-Genjer mengatakan dirinya diselamatkan tokoh agama saat itu.
Beberapa hari setelah Peristiwa G30S, Slamet Menur bersama rekan-rekan seniman Banyuwangi sedang membuat susunan lagu dan tarian untuk sebuah pentas seni.
Hari itu belum ada media sosial. Jadi jangan bayangkan kalau Slamet bisa memperoleh notifikasi berita cepat dari pelosok negeri melalui layar ponselnya.
Slamet bahkan masih cengar-cengir, asyik duduk berdiskusi bersama rekan-rekan seniman di Sekretariat Seni Rakyat Indonesia (SRI) Muda – organisasi seniman Banyuwangi yang berafiliasi dengan Lekra.
Slamet.
Lalu, Mbok Tik juga mengenalkan lauk genjer ini ke para tetangga.
“Makanya untuk mengenalkan itu [lebih luas], Pak Arief menciptakan lagu Genjer-Genjer itu, supaya masyarakat Banyuwangi itu mengenal genjer, makan sayur genjer,” tambah Slamet.
G30S: Perempuan penyintas 65 dan napak tilas pengasingan di Kamp Plantungan
“Akhirnya terjadilah orang-orang ramai-ramai cari genjer untuk dimasak. Itulah asal mula lagu Genjer-Genjer pada zaman Jepang. Pada zaman Jepang itu semua sulit,” kata Slamet sambil tersenyum lebar sampai terlihat beberapa giginya yang masih tersisa.
“Syairnya itu tidak ada yang mengandung politik. Semua itu mengenai tumbuhan genjer yang bisa dimakan untuk lauk pauk,” kata Slamet.
Lagu Genjer-Genjer dikaitkan dengan politik setelah dipopulerkan tokoh PKI, dinarasikan media orde baru bagian dari pengiring penyiksaan enam jenderal dan seorang perwira, sampai syairnya diplesetkan menjadi “Jenderal-Jenderal”.
Dipopulerkan tokoh PKI
Setelah diciptakan pada 1942, Lagu Genjer-Genjer semakin mendapat popularitas 20 puluh tahun kemudian, pada 1962.
Di penghujung tahun itu, Wakil Ketua CC PKI, Lukman Njoto, dan rombongan artis Istana Negara mampir ke Banyuwangi dalam satu kesempatan.
Muhammad Arief kemudian menyuguhkan gending Genjer-Genjer yang membuat Njoto dan rombongannya kesengsem. Lagu ini disebut sebagai kesenian rakyat.
Dikutip dari artikel Hersri Setiawan, saat itu Njoto mengatakan, “Lagu ini pasti akan segera meluas dan menjadi lagu nasional!”
Ilustrasi. Radio milik Sukarno di Istana Gebang, Blitar, Jawa Timur. Lagu Genjer-Genjer juga diputar di RRI dan diadopsi sejumlah musik daerah.
Njoto yang saat itu menjabat menteri negara sekaligus penulis pidato Sukarno, menyebut Genjer-Genjer merupakan lagu paduan antara “tradisi positif” dengan “modernitas yang maju”.
“Kemudian waktu itu saya melatih empat artis itu, lagu dan tarian [Genjer-Genjer]. Termasuk Lilis Suryani kalau tidak salah, itu bawaan Njoto,” kata Slamet.
Setelah kunjungan ini, lagu Genjer-Genjer lantas diputar Radio Republik Indonesia (RRI) dan diadopsi sejumlah musik daerah lain.
Budayawan sekaligus politikus Eros Djarot menyebut film ini sebagai “sebuah rekonstruksi visual yang agaknya dicomot langsung dari kepala Suharto – superhero satu-satunya dalam film tersebut.”
Mengapa lagu Genjer-genjer dilarang
Tak ada aturan spesifik mengenai pelarangan lagu Genjer-Genjer, kecuali surat kabar orde baru yang membangun narasi gending ini menjadi pengiring peristiwa yang disebut Gerakan 30 September alias GESTAPU.
Film Pemberontakan G30S/PKI yang wajib diputar terus menerus lebih dari satu dekade turut membenamkan kesan horor lagu Genjer-Genjer sebagai pengiring gugurnya para jenderal.
Lagu ini dapat memicu trauma mendalam, bahkan bagi sebagian orang, akan membuat bulu roma berdiri.
PKI: 'Ditelanjangi untuk cari cap Gerwani' cerita kelam mereka yang dituding terlibat.
Namun, dalam praktiknya, setelah orde baru tumbang, lagu ini tetap menjadi momok di tengah masyarakat.
Memulihkan lagu Genjer-Genjer sebagai karya seni, mungkinkah?
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Muhammad Yanuarto Bramuda mengatakan belum pernah melihat suatu peraturan yang melarang lagu ini, atau dengan kata lain “pemerintah memberedel”.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, Muhammad Yanuarto Bramuda.
“Kami sejauh ini, tidak melihat satu referensi pun di sana,” kata pria yang akrab disapa Bramuda itu saat ditemui BBC News Indonesia di kantornya.
Ia mengakui saat ini lagu ciptaan Muhammad Arief masih diidentikkan dengan “salah satu kekuatan yang dulu pernah ingin mengambil Indonesia”.
“Tetapi kalau kita kaji, kita tempatkan lagu ini ya sebuah karya seni yang murni yang diciptakan oleh anak orang Banyuwangi… Jadi sebetulnya dalam kasus ini, karya seninya menjadi sangat dirugikan,” tambah Bramuda.
melalui manipulasi, sensor, dan operasi-operasi razia,” lanjut Pranoto.
Kembali ke Sanggar Angklung Soren di mana Slamet Menur bersama empat anak muda berlenggak-lenggok menarikan tarian Genjer-Genjer.
Bagi Tri Navela Natasya yang lahir jauh setelah Peristiwa 1965, lagu dan tarian Genjer-Genjer ini patut dibuka luas untuk dilestarikan sebagai produk seni dan budaya.
“Sudah mengandung politik kata orang-orang, tapi ternyata itu tidak. Seni adalah seni,” katanya.
Penulis : one













Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar