Kronologi berawal pada 08 Agustus 2025, ketika Budi mengalami cedera serius di persendian lengan kanan akibat kecelakaan motor. Ia kemudian menjalani pemeriksaan rontgen di RSU Al Islam H.M. Mawardi, dan setelah berkonsultasi dengan dokter spesialis ortopedi dr. Yuga Rahmadana, Sp.OT, diputuskan bahwa pasien harus menjalani operasi karena kondisi tulang yang sudah memburuk.
Namun pada 12 Agustus 2025, saat operasi berlangsung, terjadi insiden serius. Menurut penuturan keluarga pasien, dokter yang menangani, dr. Yuga Rahmadana, menyampaikan secara langsung bahwa ia “tidak sengaja menyenggol arteri” pasien. Akibatnya, Budi mengalami pendarahan hebat dan harus dirujuk dalam kondisi kritis ke RS Unair Surabaya.
Setibanya di RS Unair, kondisi Budi sangat kritis. Ia bahkan sempat tidak sadarkan diri selama tiga hari. Sejak itu, pasien harus menjalani serangkaian operasi besar.
Operasi pertama: penyelamatan arteri yang pecah.
Operasi kedua: pemasangan kawat serta pengambilan pembuluh darah dari paha kiri.
Operasi ketiga: penyedotan cairan kotor (nanah) dan pemasangan selang.
Operasi lanjutan: pencabutan kawat dan penjahitan.
Tidak berhenti di situ, pasien juga harus bolak-balik kontrol di rumah sakit di Surabaya, antara lain.
25/08 kontrol pembuluh darah BTKP
29/08 kontrol rawat luka
01/09 kontrol rawat luka
03/09 kontrol rawat tulang
Kini, akibat insiden awal di RSU Al Islam H.M. Mawardi, Budi Handoko mengalami kelumpuhan pada tangan kanan—kehilangan fungsi rasa dan gerak. Kondisi ini jelas menambah penderitaan pasien dan keluarganya, yang awalnya hanya mengira cedera akibat jatuh motor akan pulih dengan cepat.
Sang istri, Nur Hayati, dengan suara bergetar menuturkan, “Awalnya kami kira hanya cedera biasa. Tapi setelah operasi, dokter sendiri bilang kalau arteri suami saya tidak sengaja tersenggol. Akibatnya suami saya harus berkali-kali dioperasi, bahkan sampai sekarang tangannya tidak bisa digerakkan. Kami sekeluarga sangat terpukul.”
Diketahui, dalam pemahaman hukum konsep kelalaian medis dalam UU Nomor 29 Tahun 2005 tentang Praktek Kedokteran. Sehingga kegagalan sebuah tindakan medis yang sudah melalui standar operasional prosedur (SOP) dianggap sebagai kelalaian medis. Hal ini sempat disampaikan pakar hukum pidana UI Indriyanto Seno Adji dalam seminar tentang UU Praktek Kedokteran.
Menurut Indriyanto, ketentuan tentang kelalaian medis dalam pasal 359 UU 29/2005 menjadi pasal yang paling menakutkan bagi para praktisi medis. Sebab medical negligence atau kelalaian medis diartikan berbeda antara kalangan medis dan kalangan hukum.
"Pemahaman dalam penegak hukum tentang konsep kelalaian masih sempit. Sehingga kegagalan sebuah tindakan dianggap sebagai kelalaian, padahal sudah melalui standar prosedur yang berlaku," jelas Indriyanto.








Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar