Liputan Indonesia || Surabaya - Sidang lanjutan perkara penipuan dan penggelapan yang membelit terdakwa Greddy Harnando, warga Ketintang Surabaya, modus investasi modal usaha memenuhi kebutuhan kain sprei merek King Koil, dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor di Pengadian Negeri (PN) Surabaya.
Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati, Vini Angeline dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menghadirkan saksi pelapor dan korban yakni Canggih Soliemin.
Canggih Soliemin menjelaskan bahwa, terhadap Greddy sudah mengenal sejak 2020 saat covid-19 dan Greddy merupakan Komisaris di PT. Garda Tanatek Indonesia (PT GTI). Kemudian itu terdakwa menawarkan untuk investasi untuk suplay spei King Koil dan menjanjikan keutungan 4% perbulan.
"Saat itu terdakwa juga menunjukan PO antara perusahaan (PT. GTI) dengan PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi/ izin resmi merk King Koil di Indonesia. Saya melihat PO tersebut baik secara langsung maupun dikirim oleh terdakwa melalui WA," kata Cangih dihadapan Majelis Hakim di Ruang Tirta 1 PN Surabaya. Senin (27/05/2024).
Masih kata Cangih bahwa, kemudian saya tertarik dan menginvestasikan awal Rp 600 juta dan terus bertambah hingga totalnya sekitar Rp. 5 miliar. Kemudian saya mendengar adanya berita negatif tentang terdakwa, lalu saya meminta untuk menarik uang investasi tersebut. Namun sayangnya terdakwa selalu berlasan, kalau masih ada projek dan saat itu Indah selaku Direktur Utama PT. GTI akan siap bertangung jawab
"Kemudian saya juga mengecek ke PT. Duta Abadi Primantara, melalui telepon dan mendapatkan informasi dari Meliana yang menyatakan PT. Duta Abadi Primantara tidak berkerjasama dengan PT. GTI," kata Canggih.
Disingung oleh JPU terkait uang investasi tersebut sudah dikembalikan atau bagaiamana?
Canggih menjelsakan, meskipun sulit, namun terdakwa sudah membayar sekitar Rp 1 miliar lebih dengan cara dicicil, dan beberapa mobil namun masih ada sangakutan dengan leasing. Kemudian kita komunikasikan dengan leasing terkait mobil yang diserahkan terdakwa.
"Kalau totalnya semuanya sekitar Rp.4,8 miliaran yang sudah dibayarkan dari total investasi dan keuntungan Rp 5,9 miliar.
Untuk diketahui dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna Soelistiowati, Vini Angeline dan Agus Budiarto, dari Kejati Jatim, menyebutkan bahwa, awalnya korban berkenalan dengan Greddy Harnando pada tahun 2019. Dan pada tahun 2020 korban dipertemukan oleh terdakwa Indah Catur Agustin di Cafe Tanamerah Jalan Trunojoyo 75 Surabaya. Saat itu Graddy Harnando mengaku sebagai Komisaris Utama di PT GTI bergerak dibidang perdagangan besar tekstil, pakain, dan alas kaki. Dan Indah sebagai Direktur Utamanya.
Pada bulan September 2020, Greddy kembali bertemu dengan korban bersama saksi Silvester Setiyadi Laksmana dan Wisnu Rudiono di Cafe Tanahmera Jalan Trunojoyo No. 75 Surabaya. Greddy mengatakan kalau PT GTI sedang kerjasama dengan PT Duta Abadi Primantara, pemegang lisensi/ izin resmi merk King Koil di Indonesia untuk kebutuhan kain yang nilainya milyaran rupiah.
Dalam kondisi pandemi COVID-19, rumah sakit-rumah sakit membutuhkan banyak sprei sekali pakai lalu dibuang. Atas kebutuhan tersebut, King Koil menerima banyak pesanan sprei dari rumah sakit-rumah sakit.
Atas cerita tersebut, Greddy Harnando meminta agar korban Canggih mau berinvestasi dan dijanjikan keuntungan 4 persen dari nilai investasi.
Kemudian terdakwa Indah menyakinkan korban bahwa adanya order dari King Koil dalam jumlah besar, dan menjanjikan bagi hasil 4 persen tiap bulannya. Akhirnya korban pun tertarik dan mau menginvestasikan dananya hingga Rp 5,950 miliar.
Setelah jatuh tempo dari kesepakatan, korban nyatanya tidak mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan. Selanjutnya korban Canggih meminta agar terdakwa Greddy dan Indah untuk segera mengembalikan modal yang sudah diinvestasikan. Namun terdakwa justru menghindari dan beralasan sedang banyak pemenuhan kebutuhan kain King Koil, meminta saksi Canggih tetap investasikan modalnya.
Supaya korban Canggih tidak menarik dananya, Greddy memberikan 7 lembar cek BCA KCP Klampis nilai total RP 5,950 miliar. Namun saat saksi Canggih Soliemin mencairkan cek tersebut tidak bisa karena rekening giro atau rekening khusus telah ditutup.
Bahwa setelah korban maksa agar terdakwa mengembalikan dananya, akhirnya ada dana yang bisa dikembaliin secara bertahan sejumlah Rp 1,125 miliar dengan alasan pihak PT. Duta Abadi Primantara belum membayar ke PT.GTI.
Menurut keterangan saksi Shinta Dwi Laksmi selaku HRD PT Duta Abadi Primantara, perusahaannya tidak pernah mengeluarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) supply kain king koil periode September – November 2020, RAB periode November – Desember 2020, tidak pernah bekerja sama dengan terdakwa Indah Catur Agustin dan Terdakwa Greddy Harnando.
Somasi saksi Canggih Soliemin, kepada Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, tidak ada tanggapan. Perbuatan Terdakwa Indah Catur Agustin dan Greddy Harnando, saksi Canggih Soliemin mengalami kerugian Rp 4.825.000.000,-
"Atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 378 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau dakwaan kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis : Tok
Penulis : Tok
Baca juga:
"Berita Terbaru Lainnya"
"Berita Terbaru Lainnya"
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar