Liputan Indonesia || Jakarta - Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) melaporkan soal dugaan kebocoran informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan syarat usia minimal capres/cawapres ke Bareskrim Polri. Diketahui ada enam hakim yang diberi sanksi tegur atas kebocoran informasi itu.
Penulis : gung
"Terkait dengan permasalahan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi dimaksud, maka tentu saja adalah pelanggaran berat dan tidak dapat ditolerir, karena telah menyebabkan kegaduhan dan permasalahan nasional, yang berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya Mahkamah Konstitusi," kata Pengurus P3K, Maydika Ramadani, kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
Laporan itu diterima dengan Nomor: STTL/432/XI/2023/BARESKRIM POLRI pada tanggal 8 November 2023. Maydika mengatakan kebocoran informasi itu ditentukan Pasal 40 ayat 1 UU No 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi UU No 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi.
"Berkenaan dengan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi dimaksud, maka kami Pengacara Pembela Pilar Konstitusi (P3K) merasa perlu untuk mewakili masyarakat Indonesia dalam hal membuat laporan kepolisian," katanya.
"Adapun tujuan pelaporan ini adalah agar permasalahan bocornya rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi yang merupakan perbuatan tercela dan suatu tindak pidana yang pada kenyataannya telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat, maka dalam hal ini diperlukan adanya tindakan dari aparat kepolisan untuk melakukan tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya," tambahnya.
Lebih lanjut, ia juga berharap Polri bisa melakukan penegakan hukum dengan menemukan pelaku. Dia meminta bocornya RPH Mahkamah Konstitusi tidak terjadi dan tidak terulang lagi.
"Serta agar dapat menimbulkan kembali keyakinan masyarakat Indonesia terhadap lembaga peradilan, khususnya dalam hal ini Mahkamah Konstitusi," ujarnya.
6 Hakim Disanksi Teguran Lisan
Sebanyak enam hakim konstitusi dijatuhi sanksi teguran lisan karena dinyatakan melanggar pelanggaran etik. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan hakim Konstitusi tak boleh saling mempengaruhi.
"Hakim konstitusi tidak boleh membiarkan kebiasaan praktik saling pengaruh mempengaruhi antarhakim dalam penentuan sikap dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menyebabkan independensi fungsional tiap-tiap hakim sebagai sembilan pilar tegaknya konstitusi menjadi tidak kokoh dan pada gilirannya membuka peluang untuk terjadinya pelemahan terhadap independensi struktural kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi secara kelembagaan," kata Jimly dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).
Dia menambahkan, hakim konstitusi juga tidak boleh membiarkan terjadinya praktik pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi, yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antarhakim, termasuk terhadap pimpinan.
Dia mengatakan budaya kerja hakim Konstitusi 'ewuh-pekwuh', sehingga prinsip kesetaraan antarhakim terabaikan, dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi.
"Hakim konstitusi harus menjaga iklim intelektual yang sarat dengan ide-ide dan prinsip-prinsip pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup berdasarkan nurani yang bersih dan akal sehat yang tulus untuk kepentingan bangsa dan negara, tecermin dalam penulisan pendapat-pendapat hukum, dan dalam permusyawaratan dan perdebatan substantif di antara para hakim untuk menemukan kebenaran dan keadilan konstitusional yang hidup itu sebagaimana mestinya," jelas Jimly.
Berikut hakim terlapor yang masuk dalam putusan ini:
1. Manahan MP Sitompul
2. EnnyNurbaningsih
3. Suhartoyo
4. Wahiduddin Adams
5. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh
6. M Guntur Hamzah.
Penulis : gung
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar