Wacana legalisasi pohon ganja untuk kepentingan medis dan ekspor untuk keuntungan ekonomi mencuat ke permukaan.
Anggota DPR RI dari Dapil 1 Aceh, Rafli, mengusulkan budidaya dan pemanfaatan ganja Aceh sebagai bahan baku kebutuhan medis berkualitas ekspor, saat rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan di Jakarta.
Wacana itu mendapat penolakan dari partai politik, Badan Narkotika Nasional (BNN), polisi, dan LSM anti narkoba.
Terlepas dari pro kontra wacana tersebut, ternyata ganja memiliki sejarah panjang dalam hidup masyarakat Indonesia.
Ganja sudah digunakan untuk kepentingan ritual dan pengobatan sejak zaman kerajaan di Nusantara, sebelum negara Indonesia terbentuk.
Tidak ada data pasti kapan dan bagaimana ganja pertama kali masuk ke Nusantara.
Walaupun demikian, terdapat kepingan catatan sejarah tentang ganja yang bisa disusun.
Secara global, dalam jurnal Vegetation History and Archaeobotany, ganja disebut berasal dari dataran tinggi Tibet, tepatnya di Danau Qinghai.
Sementara itu, Kamus Sejarah Indonesia mengatakan ganja berasal dari Laut Kaspia, dan ada di Jawa pada abad ke-10.
Belum ada informasi akurat tentang daerah asal ganja dan bagaimana penyebarannya.
Pedagangan Gujarat bawa ganja ke Nusantara.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara Inang Winarso ganja pertama kali dibawa oleh pedagang dan pelaut Gujarat dari India ke Aceh sekitar abad ke-14.
Menurut Inang, ganja digunakan oleh orang Gujarat sebagai alat transaksi perdagangan.
"Ganja ditukar dengan cengkeh, kopi, lada, vanili, dan jenis rempah-rempah lainnya," kata Inang.
Suku Gujarat juga diperkirakan membawa ganja ke wilayah Nusantara bagian timur, seperti Maluku yang saat itu menjadi pusat rempah-rempah dunia.
Selain itu, menurut Inang, terdapat juga relief gambar daun ganja yang ditemukan di Candi Kendalisodo yang berada di Gunung Penanggungan, Mojokerto.
Candi Kendalisodo adalah candi Syiwa bertingkat tiga. Di tingat dua, kata Inang, terdapat pahatan daun ganja yang menurutnya memiliki makna dalam ritual keagamaan Hindu saat itu.
"Ini juga lagi diteliti secara artefak. Jika itu daun ganja, berarti di Jawa itu jauh lebih tua mengenal tanaman ganja dibanding bukti di Aceh," kata Inang.
Budaya dan ganja di Kitab Tajul Muluk
Selama beratus tahun, ganja dimanfaatkan oleh masyarakat Nusantara untuk kepentingan ritual, pengobatan, bahan makanan dan pertanian.
Masyarakat Aceh, kata Inang, yang paling aktif memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Inang mengatakan kata ganja tertulis dalam bab pengobatan di manuskrip kitab kuno Tajul Muluk di Aceh.
Kitab ini adalah bukti awal yang telah terkonfirmasi tentang jejak ganja dan penggunaannya di Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Lingkar Ganja Nusantara, Kitab Tajul Muluk adalah sebuah naskah kuno yang berasal dari Arab, dibawa masuk ke Aceh oleh saudagar dan pedagang dari Persia serta Negeri Rum (Turki) sekitar abad ke-16.
Naskah asli dari manuskrip kuno tersebut awalnya adalah tulisan tangan dengan menggunakan huruf dan bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Melayu.
Dalam kitab Tajul Muluk, ganja dijadikan obat untuk penyakit kencing manis atau diabetes.
Akar ganja direbus dan airnya diminum untuk kencing manis.
Ganja juga digunakan oleh masyarakat masyarakat Serambi Mekkah itu untuk bumbu penyedap rasa masakan dan menambah nafsu makan, seperti untuk kuah beulangong, kari kuah bebek, bubur rempah bernama
"Untuk pertanian, ganja ditanam di pinggir area persawahan, sehingga hama serangga tidak akan makan padi karena aroma dari daun bunga dan biji itu sudah menyengat buat hewan," kata Inang.
Ganja sudah menjadi bagian budaya masyarakat Aceh selama ratusan tahun.
Anggota DPR RI dari Dapil 1 Aceh, Rafli, mengusulkan budidaya dan pemanfaatan ganja Aceh sebagai bahan baku kebutuhan medis berkualitas ekspor, saat rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan di Jakarta.
Wacana itu mendapat penolakan dari partai politik, Badan Narkotika Nasional (BNN), polisi, dan LSM anti narkoba.
Terlepas dari pro kontra wacana tersebut, ternyata ganja memiliki sejarah panjang dalam hidup masyarakat Indonesia.
Ganja sudah digunakan untuk kepentingan ritual dan pengobatan sejak zaman kerajaan di Nusantara, sebelum negara Indonesia terbentuk.
Tidak ada data pasti kapan dan bagaimana ganja pertama kali masuk ke Nusantara.
Walaupun demikian, terdapat kepingan catatan sejarah tentang ganja yang bisa disusun.
Secara global, dalam jurnal Vegetation History and Archaeobotany, ganja disebut berasal dari dataran tinggi Tibet, tepatnya di Danau Qinghai.
Sementara itu, Kamus Sejarah Indonesia mengatakan ganja berasal dari Laut Kaspia, dan ada di Jawa pada abad ke-10.
Belum ada informasi akurat tentang daerah asal ganja dan bagaimana penyebarannya.
Pedagangan Gujarat bawa ganja ke Nusantara.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara Inang Winarso ganja pertama kali dibawa oleh pedagang dan pelaut Gujarat dari India ke Aceh sekitar abad ke-14.
Menurut Inang, ganja digunakan oleh orang Gujarat sebagai alat transaksi perdagangan.
"Ganja ditukar dengan cengkeh, kopi, lada, vanili, dan jenis rempah-rempah lainnya," kata Inang.
Suku Gujarat juga diperkirakan membawa ganja ke wilayah Nusantara bagian timur, seperti Maluku yang saat itu menjadi pusat rempah-rempah dunia.
Selain itu, menurut Inang, terdapat juga relief gambar daun ganja yang ditemukan di Candi Kendalisodo yang berada di Gunung Penanggungan, Mojokerto.
Candi Kendalisodo adalah candi Syiwa bertingkat tiga. Di tingat dua, kata Inang, terdapat pahatan daun ganja yang menurutnya memiliki makna dalam ritual keagamaan Hindu saat itu.
"Ini juga lagi diteliti secara artefak. Jika itu daun ganja, berarti di Jawa itu jauh lebih tua mengenal tanaman ganja dibanding bukti di Aceh," kata Inang.
Budaya dan ganja di Kitab Tajul Muluk
Selama beratus tahun, ganja dimanfaatkan oleh masyarakat Nusantara untuk kepentingan ritual, pengobatan, bahan makanan dan pertanian.
Masyarakat Aceh, kata Inang, yang paling aktif memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Inang mengatakan kata ganja tertulis dalam bab pengobatan di manuskrip kitab kuno Tajul Muluk di Aceh.
Kitab ini adalah bukti awal yang telah terkonfirmasi tentang jejak ganja dan penggunaannya di Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Lingkar Ganja Nusantara, Kitab Tajul Muluk adalah sebuah naskah kuno yang berasal dari Arab, dibawa masuk ke Aceh oleh saudagar dan pedagang dari Persia serta Negeri Rum (Turki) sekitar abad ke-16.
Naskah asli dari manuskrip kuno tersebut awalnya adalah tulisan tangan dengan menggunakan huruf dan bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Melayu.
Dalam kitab Tajul Muluk, ganja dijadikan obat untuk penyakit kencing manis atau diabetes.
Akar ganja direbus dan airnya diminum untuk kencing manis.
Ganja juga digunakan oleh masyarakat masyarakat Serambi Mekkah itu untuk bumbu penyedap rasa masakan dan menambah nafsu makan, seperti untuk kuah beulangong, kari kuah bebek, bubur rempah bernama
"Untuk pertanian, ganja ditanam di pinggir area persawahan, sehingga hama serangga tidak akan makan padi karena aroma dari daun bunga dan biji itu sudah menyengat buat hewan," kata Inang.
Ganja sudah menjadi bagian budaya masyarakat Aceh selama ratusan tahun.
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar