Liputan Indonesia || Surabaya - Sidang lanjutan perkara penendangan terhadap Agustinus Eko Pudji Prabowo, Builiding Manager (BM) Apartemen One Icon Residence yang membelit terdakwa Heru Herlambang Alie kembali digelar dengan agenda pembacaan Pledoi di PN Surabaya. Senin (23/09/2024).
Sebelumnya, terdakwa yang merupakan pemilik dan penghuni apartemen ini dituntut 9 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis dari Kejari Surabaya karena terbukti melanggar Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam nota pembelaannya, I Komang Aries Dharmawan, SH, MH selaku Penasihat Hukum terdakwa meminta agar majelis hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo (korban) telah memberikan keterangan palsu saat bersaksi di PN Surabaya pada 8 Juli 2024 lalu.
Pertama, terkait keterangan Saksi yang menyatakan terdakwa tidak pernah minta maaf, padahal faktanya terdakwa sudah dua kali meminta maaf, saat proses Restorative Justice (RJ) di Polsek Tegalsari dan Kejari Surabaya.
Kedua, lanjut Komang, saksi mengaku memiliki kantor disamping lobby apartemen, namun fakta lain disampaikan saksi lainnya yakni Yosifar Endika Satriya bagian receptionist dan saksi Nyomaris Dianto satpam apartemen yang menyebut kantor saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo bukan berada di samping lobby apartemen melainkan ada di lantai I.
"Berdasarkan kebohongan-kebohongan tersebut, Kami Penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk membuat penetapan yang menyatakan saksi Agustinus Eko Pudji Prabowo telah memberikan keterangan palsu diatas sumpah, sebagaimana dalam UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 242 ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, dan ayat (2) yang berbunyi: Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidananya ditambah 1/3," urai Komang.
Dalam pledoinya, Komang juga memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa. Komang menyebut jika perbuatan yang dilakukan terdakwa karena spontanitas dan tidak ada mens rea atau niat jahat.
"Menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Membebaskan Terdakwa Heru Herlambang Alie, Ir, MBA dari semua tuntutan hukum (Vrijspraak)," kata Komang saat membacaan nota pembelaanya di ruang sidang Kartika 2 PN Surabaya.
Selain itu, alat bukti yang dijadikan barang bukti berupa 1 Flashdisk merek SANDISK 64 GB yang berisi hasil rekaman CCTV persitwa kejadian juga menjadi alasan Komang meminta terdakwa di vonis bebas. Komang menyebut jika barang bukti tersebut diperoleh dengan cara yang tidak sah karena tidak memenuhi persyaratan materiil sebagaimana diatur oleh undang-undang.
"Barang bukti tersebut disita dari Fajar Kurniawan Eka Ramadhan dan tidak dijadikan saksi dalam BAP Perkara ini. Barang bukti juga tidak pernah diputar dalam persidangan," ujar Komang.
Komang juga meminta majelis hakim mengabaikan keterangan ahli hukum pidana Sapta Arilianto, S.H., M.H., LL.M dari Universitas Airlangga Surabaya yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan secara terbuka pada 15 Juli 2024 lantaran tidak cermat dan teliti dalam memberikan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di atas sumpah saat proses penyidikan yang tidak sesuai keterangannya dengan satu dan lainnya.
Penulis : Tok
Penulis : Tok
Baca juga:
"Berita Terbaru Lainnya"
"Berita Terbaru Lainnya"
Media Liputan Indonesia
DIATUR OLEH UNDANG - UNDANG PERS
No. 40 Thn. 1999 Tentang Pers
HAK JAWAB- HAK KOREKSI-HAK TOLAK
Kirim via:
WhatsApps / SMS:08170226556 / 08123636556
Email Redaksi:
NewsLiputanIndonesia@gmail.com
PT. LINDO SAHABAT MANDIRI
Tunduk & Patuh Pada UU PERS.
Komentar