Surabaya, Liputan Indonesia - Rumah yang pernah dijadikan oleh Bung Tomo tempat siaran radio
kemerdekaan, kini menjadi sebuah kenangan. Robohnya bangunan ini dikecam
oleh pemerhati sejarah. Pemkot Surabaya dianggap sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab atas hal tersebut.
"Ini kelalaian luar biasa dari Pemkot Surabaya," ujar Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia Freddy H Istanto dilansir Detik, Selasa (3/5/2016).
Bahwa Pemkot Surabaya telah kecolongan atas robohnya bangunan cagar budaya ini tak tertangkap mata pihak Pemkot Surabaya sama sekali. Padahal perobohan sudah dilakukan sejak sebulan lalu.
"Apa kerja lurah, camat, Satpol PP, dan Kepala Dinas pariwisata sehingga tidak tahu kalau di wilayahnya ada pembongkaran bangunan cagar budaya," Imbuh Freddy.
Pemkot pernah Lalai melakukan penelantaran suatu bangunan cagar budaya, tetapi Freddy tidak terima jika bangunan cagar budaya dirusak atau bahkan yang lebih parah dimusnahkan. Karena bila sudah dibongkar, maka suatu bangunan sudah tidak bisa dikembalikan lagi.
"Kalau rusak, mungkin masih bisa diperbaiki. Tetapi kalau catatan sejarah hilang, tidak mungkin bisa dibangun lagi," keluh Freddy.
Freddy juga menyadari bahwa komunitas pecinta sejarah juga bisa disalahkan dalam kasus ini. Komunitas pecinta sejarah dianggap telah gagal melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya suatu bangunan cagar budaya. Jika warga sekitar telah sadar, maka mereka akan berteriak jika terjadi apa-apa dengan bangunan cagar budaya.
Dalam kasus ini, Freddy akan mendatangi DPRD Surabaya untuk menyampaikan apa yang telah dilihatnya. Freddy berharap anggota dewan bisa menyikapi kasus ini. "Kami tak ingin kejadian hilangnya Sinagog di Jalan Kayoon terulang lagi," tandas Freddy.(cn08/dtk)
"Ini kelalaian luar biasa dari Pemkot Surabaya," ujar Direktur Sjarikat Poesaka Soerabaia Freddy H Istanto dilansir Detik, Selasa (3/5/2016).
Bahwa Pemkot Surabaya telah kecolongan atas robohnya bangunan cagar budaya ini tak tertangkap mata pihak Pemkot Surabaya sama sekali. Padahal perobohan sudah dilakukan sejak sebulan lalu.
"Apa kerja lurah, camat, Satpol PP, dan Kepala Dinas pariwisata sehingga tidak tahu kalau di wilayahnya ada pembongkaran bangunan cagar budaya," Imbuh Freddy.
Pemkot pernah Lalai melakukan penelantaran suatu bangunan cagar budaya, tetapi Freddy tidak terima jika bangunan cagar budaya dirusak atau bahkan yang lebih parah dimusnahkan. Karena bila sudah dibongkar, maka suatu bangunan sudah tidak bisa dikembalikan lagi.
"Kalau rusak, mungkin masih bisa diperbaiki. Tetapi kalau catatan sejarah hilang, tidak mungkin bisa dibangun lagi," keluh Freddy.
Freddy juga menyadari bahwa komunitas pecinta sejarah juga bisa disalahkan dalam kasus ini. Komunitas pecinta sejarah dianggap telah gagal melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya suatu bangunan cagar budaya. Jika warga sekitar telah sadar, maka mereka akan berteriak jika terjadi apa-apa dengan bangunan cagar budaya.
Dalam kasus ini, Freddy akan mendatangi DPRD Surabaya untuk menyampaikan apa yang telah dilihatnya. Freddy berharap anggota dewan bisa menyikapi kasus ini. "Kami tak ingin kejadian hilangnya Sinagog di Jalan Kayoon terulang lagi," tandas Freddy.(cn08/dtk)