Dunia, Liputan Indonesia - Beberapa kali dalam setahun – jika
Anda berada di tempat yang tepat, waktu yang tepat, dan keberuntungan
ada di pihak Anda – Anda mungkin dapat menyaksikan perubahan Dubai
menjadi kota futuristik yang berselimut awan.
Sudut Dubai yang tak terlihat
Dalam tempo yang relatif pendek, gedung-gedung pencakar langit di Dubai telah menjadi ikon-ikon – ciri khas sebuah kota metropolis futuristik berpendingin udara yang berdiri di tengah padang pasir tandus.Pada saat kota terus berubah secara drastis dari bulan ke bulan, dengan pencakar-pencakar langit baru yang seolah-olah tumbuh dari tanah dalam semalam, sebenarnya cuaca di sana hanya ada dua, antara panas atau luar biasa panas. Langit pun berwarna biru atau lebih biru.
Tetapi selama beberapa kali dalam setahun – jika Anda berada di tempat yang tepat, dalam waktu yang tepat dan keberuntungan berada di pihak Anda – mungkin Anda dapat melihat kota metropolis yang futuristik ini menjadi kota di atas awan yang diselubungi kabut tebal.
Indah namun rumit
Melihat dan mengabadikan kabut ini cukup rumit. Jumlahnya bervariasi, tetapi antara dua atau enam kali dalam setahun, kadang-kadang antara September dan November, cahaya-cahaya kota menghilang dalam kabut yang begitu tebal sehingga Anda tidak dapat melihat tanah di depan Anda.Kabut muncul saat musim panas yang terik berubah ke musim dingin yang cukup sejuk. Ketika udara dingin pada malam hari bertemu dengan pagi yang panas dan lembab, kabut terbentuk pada dini hari, menyelimuti kota dalam asap yang tebal.
Waktu adalah segalanya
Karena terjadi secara musiman, Anda harus bangun pada pagi buta untuk melihat kabut beraksi. Kabut itu cenderung menghilang pada pukul sembilan pagi dan biasanya menjadi terlalu tajam untuk difoto pada jam tujuh pagi – yang artinya semakin pagi Anda bangun, semakin baik.Bangun lebih pagi
Kalau saya sudah tahu terlebih dulu tentang fenomena alam ketika alarm saya berbunyi pada pukul 3.30 pagi untuk mengambil foto matahari terbit, mungkin saya menjadi lebih semangat. Ketika kabut itu muncul, saya sudah mengatur untuk mengambil foto-foto pada pagi buta dari Burj Khalifa – gedung tertinggi di dunia. Jadi, ketika kabut datang, saya bisa mengabadikannya.Cari tempat yang tinggi
Anda harus berada di tempat yang strategis untuk melihat Dubai dari atas kabut. Kota ini tidak kekurangan pencakar langit, tetapi hanya 15 sampai 20 dari gedung-gedung itu yang cukup tinggi untuk mengintip melalui awan-awan. Pergilah ke lantai berapa saja di bawah tingkat ke 70, dan Anda hanya akan melihat warna putih.Kebanyakan dari 15 sampai 20 gedung-gedung ini merupakan apartemen-apartemen pribadi atau hotel-hotel, jadi dapat menjadi masalah jika Anda mengatakan tujuan Anda pergi ke tingkat atas, terutama jika Anda membawa perlengkapan kamera profesional. The Princess Tower, Burj Khalifa, Index Tower, Rose Rayhaan (dikenal dengan Rose Tower) dan Cayan Tower semuanya mencapai lebih dari 70 lantai.
Momen hening
Ketika masih gelap, saya dan teman-teman berjalan memasuki pintu masuk Burj Khalifa yang seperti labirin. Biasanya dari November hingga Maret, dan selama acara-acara khusus, Burj menyediakan balkon kepada khalayak umum untuk memandang panorama di luar, mulai pukul 05.30 pagi. Mereka dapat melihat matahari terbit dari lantai 124 ke atas yang berlangsung Kamis, Jumat dan Sabtu.Ketika langit berubah cerah
Ruangan dalam Burj sungguh kompleks, kadang-kadang rasanya saya tidak akan dapat menemukan jalan menuju atas. Saya sangat berterima kasih pada kopi arab yang kuat, yang membuat saya terjaga sepanjang jalan.Di saat kita memasuki lantai 125 – 456 meter di atas permukaan bumi – langit mulai berubah cerah dan kerlap-kerlip cahaya terlihat masih menyala. Semua orang berlarian ke jendela untuk melihat ke bawah.
Fajar di tengah padang pasir
Kemudian dalam perjalanan kami, kami bangun pagi untuk terbang bersama balon udara panas di atas padang pasir – tetapi kabut memiliki rencana lain. Kami tidak dapat terbang sampai cuaca kembali cerahSetelah menendang sepatu-sepatu kami jauh-jauh, kami menguburkan jari-jari kaki ke dalam pasir merah yang dingin, merusak jejak bersih ke dalam pasir yang lembab dan berkeliaran di dalam kabut. Hal ini sungguh kontras dengan awan-awan nan halus yang pernah kita lihat di atas Dubai.
Menari di padang pasir
Melihat matahari terbit melalui kabut tebal bukanlah sesuatu yang acap saya lihat – dan tentu saja tidak di padang pasir Timur Tengah. Tampaknya ada yang menaburkan sihir ke udara, dan semua orang dalam kelompok kami pun berlarian, menghamburkan pasir dan menari dalam kabut.Tak lama, balon udara sudah siap. “Yalla yalla yalla!” sopir kami memanggil, mendorong kita kembali ke mobil vans untuk berangkat terbang dengan balon. Kami mengenakan sepatu kembali dan memutar membelakangi horison berpasir. Momennya telah berakhir.