Surabaya,
Liputan Indonesia - Penangkapan Sapto Peristiawan Yudho Nugroho berdasarkan
Sprin-Kap Nomor: SP Kap/87/IX/2016/Reskrim Polsek Bubutan, Pria remaja berusia
20 Tahun yang beralamat dijalan Babadan Rukun Surabaya diduga cacat hukum (salah
tangkap), penetapan tersangka terhadap Sapto Yuho Nugroho tidak didasari oleh alat
bukti dan Barang Bukti (BB) yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP,
tidak adanya saksi yang kuat dalam menentukan status tersangka dan melakukan
penangkapan serta penahanan. Tidak adanya Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan
(SP2HP) yang disampaikan kepada keluarga hingga saat ini. Terlebih korban (Jaka) beralamat jalan Krembangan barat Surabaya yang melaporkan kepada pihak Kepolisian salah menyebut nama tersangka (Sapto
Peristiawan Yudho Nugroho) dengan nama Nur sebagai orang yang dituduh merampas
kendaraan bermotor milik korban (Jaka).
Selain itu, berdasarkan
hasil investigasi Pimred Media Liputan Indonesia penangkapan ini terkesan salah
tangkap dan melanggar HAM, juga masih memakai cara-cara Orde Baru, memaksa mengakui serta menyiksa tersangka (Sapto
Peristiawan Yudho Nugroho). Dengan adanya penyiksaan, pemukulan serta disuruh
mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, dan juga menandatangani sejumlah
berkas dibawah tekanan polisi untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukan
oleh Sapto dengan tuduhan melakukan penipuan, penggelapan, pemerasan sebagaimana
datur dalam Pasal 378 jo Pasal 372 jo Pasal 368 KUHPidana. Hal dimksud sangat
menciderai dan bertentangan jelas dengan Asas Praduga Tidak Bersalah dan Asas
Kedudukan yang sama dimuka Hukum karena dalam proses pemeriksaan tidak
didampingi oleh kuasa hukum.
“ Penangkapan
ini saya nilai salah kaprah mas, Sapto ditangkap dengan kasus yang tidak mungkin
dilakukan oleh Sapto karena Sapto sendiri mempunyai sepeda motor yang atas
nama Sapto sendiri, dapat dibuktikan dengan STNK atas nama Sapto
Peristiawan Yudho Nugroho. Saat kami menjenguk,
Sapto menuturkan jika dirinya di siksa,
dipukul sama selang air, kepala dibungkus tas kantong plastik hitam dan di kepruk
dengan kursi dibagian kepala, disetrum,
serta dipukul lututnya dengan palu dan dipaksa mengakui kasus Penipuan,
Penggelapan, Pemerasan dengan menandatangani surat pernyataan pengakuan oleh Reserse
Polsek Bubutan Surabaya, alibi polisi hanya berdasarkan massa yang diduga sudah direncanakan “ Ungkap keluarga Sapto Peristiawan Yudho Nugroho.
Di hari dan waktu yang
berbeda Minggu, 25/9/2016 Kuasa Hukumnya menjenguk serta menjelaskan " Penetapan
tersangaka tidak didahului dengan proses penyelidikan dan alat bukti yang sah, selain
itu sejak dilakukan upaya paksa penangkapan dan penahanan, hingga saat ini
tidak ada Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang disampaikan kepada
keluarga Sapto, dan ketika pengacara korban meminta hasil Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) tersangka kepada pihak Kepolisian tidak diberikan, padahal hal dimaksud
merupakan hak-hak tersangka untuk kepentingan pembelaan yang diatur dalam Pasal
72 KUHAP, Perkap No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan dan atau Perkara
No 3 Tahun 2014 tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana " Tutur Bagus Teguh Santoso,SH.,MH selaku
Ketua Tim Kuasa Hukum keluarga Sapto.
Menurut laporan penelusuran tim LSM Indonesia Social Control ( ISC ) yang
dipimpin oleh saudara M.Rafik selaku koordinator penerima aduan patut diduga adanya pelanggaran
Hak Asasi Manusia kepada awak Media Liputan Indonesia menyatakan " Saudara
Sapto Peristiawan Yudho Nugroho tidak mengenal korban perampasan sepeda Honda Beat
Nopol L 2880 RO dan saat terjadinya kehilangan sepeda motor itu saudara Sapto
berada dirumahnya sesuai dengan informasi keluarga dan sejumlah tetangganya. Menurut
info yang didapat Kanit Serse Polsek Bubutan AKP Budi Walujo,SH.,M.Hum sepeda motor
tersebut raib pada hari rabu pukul 17:00 wib sore namun fakta yang didapat dari
warga sekitar kediaman, saudara Sapto hari rabu pukul 16:00wib sedang berada di
gapura kampung dekat rumah bersama beberapa warga dan pukul 17:00 wib sore
sampai 19:30 wib saudara Sapto berada di rumah temannya sekampung dan sekitar pukul 19:31 wib diajak temannya
tersebut pergi ke Giant Rajawali. “ Ujar M.Rafik kepada awak media Liputan
Indonesia.
Oleh sebab itu
kami selaku dari LSM ISC butuh mendalami lebih lanjut terkait fakta-fakta yang
kami dapatkan perihal langkah-langkah apa yang akan kami tempuh, termasuk apakah
perlu melanjutkan pengaduan masyarakat ini kepada KOMNAS HAM, KOMPOLNAS dan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta tidak lupa kami akan meminta perlindungan
hukum kepada Bapak Kapolda Jawa Timur.” Tambah M.Rafik (tim/one).